M A K A L A H
TENTANG
KORUPSI DI
INDONESIA
D
I
S
U
S
U
N
Oleh :
NAMA : Supramex Vendirwan Duha
KELAS : VIIIC
NIS/NISN : 711 / 9992728907
SMP
NEGERI 2 PANGKALAN LESUNG T.P 2014/2015
Jl.
Datuk Tengku Alam Kelurahan Pangkalan Lesung Kec. Pkl. Lesung Kab. Pelalawan
28386
NPSN.10494067 NSS.20104060626
KATA PENGANTAR
Puji
syukur saya panjatkan kepada tuhan yang maha esa, atas rahmat dan karunia nya
makalah saya ini yang berjudul MAKALAH TENTANG KORUPSI DI INDONESIA akhirnya
bisa tersusun.
Makalah
ini saya buat dan saya susun, agar temen-teman seperjuangan lebih tahu akan
pengetahuan korupsi, terutama dinegara kita sendiri yaitu Negara Indonesia.
Makalah ini disusun secara sederhana, tetapi tanpa meninggalkan kebenaran materi
tentang masalah korupsi.
Akhirnya,
semoga makalah yang saya susun ini dapat bermanfaat dan dapat menambah wawasan
kalian bukan berarti mengikuti nya, tetapi belajar bagaimana tidak
mengalaminya. Semoga sukses…..
SMPN
2 PKL. LESUNG
T.P. 2014/2015
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR................................................................................I
DAFTAR ISI............................................................................................II
BAB I :
Pendahuluan...................................................................................4
A.Latar
Belakang...............................................................................4
BAB II........................................................................................................6
A.Pengertian
Korupsi........................................................................6
B.Sejarah Korupsi Di
Indonesia........................................................6
C.Faktor Penyebab Terjadinya Tindakan
Korupsi..............................12
D.Dampak Korupsi Di
Indonesia......................................................12
E. Hukuman Bagi Para
Koruptor.....................................................14
BAB
III...................................................................................................16
A.Permasalahan Adanya Korupsi....................................................16
B.Solusi Pemberantasan
Korupsi....................................................18
BAB IV
: kesimpulan...............................................................................19
BAB
I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Peraturan
perundang-undangan (legislation) merupakan wujud dari politik hukum institusi
Negara dirancang dan disahkan sebagai undang-undang pemberantasan tindak pidana
korupsi. Secara parsial, dapat disimpulkan pemerintah dan bangsa Indonesia
serius melawan dan memberantas tindak pidana korupsi di negeri ini. Tebang
pilih. Begitu kira-kira pendapat beberapa praktisi dan pengamat hukum terhadap
gerak pemerintah dalam menangani kasus korupsi akhir-akhir ini.
Gaung pemberantasan korupsi seakan menjadi senjata ampuh untuk
dibubuhkan dalam teks pidato para pejabat Negara, bicara seolah ia bersih, anti
korupsi. Masyarakat melalui LSM dan Ormas pun tidak mau kalah, mengambil
manfaat dari kampanye anti korupsi di Indonesia. Pembahasan mengenai strategi
pemberantasan korupsi dilakakukan dibanyak ruang seminar, booming anti korupsi,
begitulah tepatnya. Meanstream perlawanan terhadap korupsi juga dijewantahkan
melalui pembentukan lembaga Adhoc, Komisi Anti Korupsi (KPK).
Celah kelemahan hukum
selalu menjadi senjata ampuh para pelaku korupsi untuk menghindar dari tuntutan
hukum. Kasus Korupsi mantan Presiden Soeharto, contoh kasus yang paling anyar
yang tak kunjung memperoleh titik penyelesaian. Perspektif politik selalu
mendominasi kasus-kasus hukum di negeri sahabat Republik BBM ini. Padahal
penyelesaiaan kasus-kasus korupsi besar seperti kasus korupsi Soeharto dan
kroninya, dana BLBI dan kasus-kasus korupsi besar lainnya akan mampu
menstimulus program pembangunan ekonomi di Indonesia.
Asal mula berkembangnya
korupsi barangkali dapat di temukan sumbernya pada fenomena sistem pemerintahan
monarki absolut tradisional yang berlandaskan pada budaya feodal. Pada masa
lalu, tanah-tanah di wilayah suatu negara atau kerajaan adalah milik mutlak
raja, yang kemudian di serahkan kepada para pangeran dan bangsawan, yang di
tugasi untuk memungut pajak, sewa dan upeti dari rakyat yang menduduki tanah
tersebut. Di samping membayar dalam bentuk uang atau in natura, sering pula
rakyat di haruskan membayar dengan hasil bumi serta dengan tenaga kasar, yakni
bekerja untuk memenuhi berbagai keperluan sang raja atau penguasa. Elite
penguasa yang merasa diri sebagai golongan penakluk, secara otomatis juga
merasa memiliki hak atas harta benda dan nyawa
rakyat yang di taklukan. Hak tersebut biasanya di
terjemahkan dalam tuntutan yang berupa upeti dan tenaga dari rakyat (Onghokham,
1995).
Seluruh upeti yang masuk ke
kantong para pembesar ini selain di pergunakan untuk memenuhi kebutuhan
pembesar itu sendiri, pada dasarnya juga berfungsi sebagai pajak yang di
pergunakan untuk membiayai kegiatan-kegiatan negara. Hanya saja, belum ada
lembaga yang secara resmi ditunjuk sebagai pengumpul dana (revenue gathering).
Parahnya kedudukan dalam pemerintahan sebagai pembesar atau pejabat ini dapat
diperjualbelikan (venality of office), yang menyebabkan pembeli jabatan tadi
berusaha untuk mencari kompensasi atas uang yang telah dikeluarkannya dengan
memungut upeti sebesar-besarnya dari rakyat.
Pada masa-masa sesudahnya,
kondisi ini ternyata memperkuat sistem patron - client, bapak - anak, atau
kawula - gusti, dimana seorang pembesar sebagai patron harus dapat memenuhi
harapan rakyatnya, tentu saja dengan adanya jasa-jasa timbal balik dari rakyat
sebagai client-nya. Hubungan patron - client ini merupakan salah satu sumber
korupsi, sebab seorang pejabat untuk membuktikan efektivitasnya harus selalu
berbuat sesuatu tanpa menghiraukan apakah ini untuk kepentingan umum, kelompok
atau perorangan, yakni para anak buah yang seringkali adalah saudaranya
sendiri. Selain itu, sistem patron - client juga menjadi faktor perusak
koordinasi dan kerjasama antar para penguasa, dimana timbul kecendrungan
persaingan antara para penguasa/pejabat untuk menganak-emaskan orangnya.
Disinilah faksionalisme di kalangan elite menjadi berkepanjangan.
Korupsi yang sekarang
merajalela di Indonesia, berakar pada masa tersebut ketika kekuasaan pada
birokrasi patrimonial (Weber) yang berkembang pada kerangka kekuasaan feodal
dan memungkinkan suburnya nepotisme. Dalam struktur yang demikian, maka
penyimpangan, penyuapan, korupsi dan pencurian akan dengan mudah berkembang
(Mochtar Lubis, 1995).
Dalam perkembangan
selanjutnya, dapat dilihat bahwa ruang lingkup korupsi tidak terbatas pada
hal-hal yang sifatnya penarikan pungutan dan nepotisme yang parah, melainkan
juga kepada hal-hal lain sepanjang perbuatan tersebut merugikan keuangan negara
atau perekonomian negara.
Menurut perspektif hukum, definisi korupsi secara
gamblang telah di jelaskan dalam 13 buah pasal dalam UU No. 31 Tahun 1999 jo.
UU No. 20 Tahun 2001. Berdasarkan pasal-pasal tersebut, korupsi di rumuskan ke
dalam tiga puluh bentuk/jenis tindak pidana korupsi. Pasal-pasal tersebut
menerangkan secara terperinci mengenai perbuatan yang bisa dikenakan pidana
penjara karena korupsi.
BAB II
ANALISA
PERMASALAHAN
A. Pengertian
Korupsi
B. Sejarah
Korupsi di Indonesia
Dalam konteks perjalanan bangsa Indonesia, persoalan korupsi memang telah
mengakar dan membudaya. Bahkan dikalangan mayoritas pejabat publik, tak jarang
yang menganggap korupsi sebagi sesuatu yang “lumrah dan Wajar”. Ibarat candu,
korupsi telah menjadi barang bergengsi, yang jika tidak dilakukan, maka akan
membuat “stress” para penikmatnya. Korupsi berawal dari proses pembiasan,
akhirnya menjadi kebiasaan dan berujung kepada sesuatu yang sudah terbiasa
untuk dikerjakan oleh pejabat-pejabat Negara. Tak urung kemudian, banyak
masyarakat yang begitu pesimis dan putus asa terhadap upaya penegakan hukum untuk
menumpas koruptor di Negara kita. Jika dikatakan telah membudaya dalam
kehidupan, lantas darimana awal praktek korupsi ini muncul dan berkembang?.
Tulisan ini akan sedikit memberikan pemaparan mengenai asal-asul budaya korupsi
di Indonesia yang pada hakekatnya telah ada sejak dulu ketika daerah-daerah di
Nusantara masih mengenal system pemerintah feodal (Oligarkhi Absolut), atau
sederhanya dapat dikatakan, pemerintahan disaat daerah-daerah yang ada di
Nusantara masih terdiri dari kerajaan-kerajaan yang dipimpin oleh kaum
bangsawan (Raja, Sultan dll).
Kedua, Fase Zaman Penjajahan. Pada zaman penjajahan, praktek korupsi
telah mulai masuk dan meluas ke dalam sistem budaya sosial-politik bangsa kita.
Budaya korupsi telah dibangun oleh para penjajah colonial (terutama oleh
Belanda) selama 350 tahun. Budaya korupsi ini berkembang dikalangan tokoh-tokoh
lokal yang sengaja dijadikan badut politik oleh penjajah, untuk menjalankan
daerah adiministratif tertentu, semisal demang (lurah), tumenggung (setingkat
kabupaten atau provinsi), dan pejabat-pejabat lainnya yang notabene merupakan
orang-orang suruhan penjajah Belanda untuk menjaga dan mengawasi daerah
territorial tertentu. Mereka yang diangkat dan dipekerjakan oleh Belanda untuk
memanen upeti atau pajak dari rakyat, digunakan oleh penjajah Belanda untuk
memperkaya diri dengan menghisap hak dan kehidupan rakyat Indonesia. Sepintas,
cerita-
cerita film
semisal Si Pitung, Jaka Sembung, Samson & Delila, dll, sangat cocok untuk
menggambarkan situasi masyarakat Indonesia ketika itu.
Para cukong-cukong suruhan penjajah Belanda (atau lebih akrab degan
sebutan “Kompeni”) tersebut, dengan tanpa mengenal saudara serumpun sendiri,
telah menghisap dan menindas bangsa sendiri hanya untuk memuaskan kepentingan
si penjajah. Ibarat anjing piaraan, suruhan panjajah Belanda ini telah rela
diperbudak oleh bangsa asing hanya untuk mencari perhatian dengan harapan
mendapatkan posisi dan kedudukan yang layak dalam pemerintahan yang dibangun
oleh para penjajah. Secara eksplisit, sesungguhnya budaya penjajah yang
mempraktekkan hegemoni dan dominasi ini, menjadikankan orang Indonesia juga tak
segan menindas bangsanya sendiri lewat perilaku dan praktek korupsi-nya. Tak
ubahnya seperti drakula penghisap darah yang terkadang memangsa kaumnya sendiri
demi bertahan hidup (Survival).
Ketiga, Fase Zaman Modern. Fase perkembangan praktek korupsi di zaman
modern seperti sekarang ini sebenarnya dimulai saat lepasnya bangsa Indonesia
dari belenggu penjajahan. Akan tetapi budaya yang ditinggalkan oleh penjajah
kolonial, tidak serta merta lenyap begitu saja. salah satu warisan yang
tertinggal adalah budaya korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Hal tersebut
tercermin dari prilaku pejabat-pejabat pemerintahan yang bahkan telah dimulai
di era Orde lama Soekarno, yang akhirnya semakin berkembang dan tumbuh subur di
pemerintahan Orde Baru Soeharto hingga saat ini. Sekali lagi, pola kepemimpinan
yang cenderung otoriter, anti-demokrasi dan anti-kritik, membuat jalan bagi
terjadi praktek korupsi dimana-mana semakin terbuka. Indonesia tak ayal pernah
menduduki peringkat 5 (besar) Negara yang pejabatnya paling korup, bahkan hingga
saat ini.
Korupsi Kekerasan Struktural Terhadap Rakyat
Secara hakiki, korupsi merupakan bentuk kekerasan struktural yang dilakukan oleh Negara dan pejabat pemerintahan terhadap masyarakat. Betapa tidak, korupsi yang kian subur akan semakin membuat beban devisit anggaran Negara semakin bertambah. Hal ini kemudian akan mengakibatkan sistem ekonomi menjadi “colaps” dan berujung kepada semakin tingginya inflasi yang membuat harga-harga kebutuhan masyarakt kian melambung tinggi. Eknomi biaya tinggi ini berakibat terjadinya ketidakseimbangan antara daya beli masyarakat dengan tingkat harga komoditas terutama komoditas bahan pokok. Masyarakat cenderung dipaksa untuk menerima keadaan ini, meski ambruknya sistem ekonomi kita ini, adalah akibat dari ulah para pejabat yang mengkorupsi uang Negara demi kepentingan pribadi, kelompok dan golongan masing-masing. Intinya, masyarakat dipakda untuk
Korupsi Kekerasan Struktural Terhadap Rakyat
Secara hakiki, korupsi merupakan bentuk kekerasan struktural yang dilakukan oleh Negara dan pejabat pemerintahan terhadap masyarakat. Betapa tidak, korupsi yang kian subur akan semakin membuat beban devisit anggaran Negara semakin bertambah. Hal ini kemudian akan mengakibatkan sistem ekonomi menjadi “colaps” dan berujung kepada semakin tingginya inflasi yang membuat harga-harga kebutuhan masyarakt kian melambung tinggi. Eknomi biaya tinggi ini berakibat terjadinya ketidakseimbangan antara daya beli masyarakat dengan tingkat harga komoditas terutama komoditas bahan pokok. Masyarakat cenderung dipaksa untuk menerima keadaan ini, meski ambruknya sistem ekonomi kita ini, adalah akibat dari ulah para pejabat yang mengkorupsi uang Negara demi kepentingan pribadi, kelompok dan golongan masing-masing. Intinya, masyarakat dipakda untuk
menanggung
beban yang tidak dilakukannya. Kita tentu masih ingat dengan “krisis moneter”
yang terjadi antara tahun 1997/1998 lalu!!!. Penyebab utama dari terjadinya
krisis yang melanda Indonesia ketika itu adalah beban keuangan Negara yang
semakin menipis akibat ulah pemerintahan Orde Baru Soeharto yang sangat korup.
Mengapa korupsi dapat tumbuh subur di Indonesia? Ada
banyak penyebabnya. Salah satunya ialah kesejahteraan masyarakat yang kurang,
hal ini disebabkan oleh gaji dan pendapatan yang rendah dan mental orang
Indonesia yang ingin cepat kaya tanpa mau berusaha dan bekerja keras. Budaya di
Indonesia sendiri yang masih money orientedmenyebabkan banyak orang
berlomba-lomba untuk mendapatkan uang tanpa memikirkan halal haramnya. Ditambah
lagi sistem birokrasi Indonesia yang merupakan warisan budaya kolonial Belanda
yang rumit membuka celah-celah bagi orang-orang yang ingin melaksanakan praktik
korupsi. Apalagi kini nilai - nilai agama yang semakin luntur membuat banyak
orang mudah tergiur dengan praktik korupsi.
Dari segi ekonomi sendiri, korupsi akan berdampak
banyak perekonomian negara kita. Yang paling utama pembangunan terhadap sektor
- sektor publik menjadi tersendat. Dana APBN maupun APBD dari pemerintah yang
hampir semua dialokasikan untuk kepentingan rakyat seperti fasilitas-fasilitas
publik hampir tidak terlihat realisasinya, kalaupun ada realisasinya tentunya
tidak sebanding dengan biaya anggaran yang diajukan. Walaupun belum banyak
buktinya, jelas ini merupakan indikasi terhadap korupsi. Tidak jelasnya
pembangunan fasilitas - fasilitas publik ini nantinya akan memberi efek domino
yang berdampak sistemik bagi publik, yang dalam ini adalah masyarakat. Contoh
kecilnya saja, jalan - jalan yang rusak dan tidak pernah diperbaiki akan
mengakibatkan susahnya masyarakat dalam melaksanakan mobilitas mereka termasuk
juga dalam melakukan kegiatan ekonomi mereka. Jadi akibat dari korupsi ini
tidak hanya mengganggu perekonomian dalam skala makro saja, tetapi juga
mengganggu secara mikro dengan terhambatnya suplai barang dan jasa sebagai
salah satu contohnya.
Karena terhambatnya segala macam pembangunan dalam
sektor-sektor publik, Kebijakan- kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah tidak
akan optimal lagi. Segala macam kebijakan-kebijakan yang pro rakyat dibuat
pemerintah akan menjadi sia - sia hanya karena masalah korupsi. Hal ini akan
menambah tingkat kemiskinan, pengangguran dan juga kesenjangan sosial karena
dana pemerintah yang harusnya untuk rakyat justru masuk ke kantong para pejabat dan orang - orang yang
tidak bertanggung jawab lainnya. Kebijakan-kebijakan pemerintah
yang tidak optimal ini akan menurunkan kualitas pelayanan pemerintah di
berbagai bidang. Menurunnya kualitas pelayanan pemerintah akan mengurangi
kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Kepercayaan masyarakat yang semakin
berkurang dapat membuat masyarakat menjadi marah. Kita bisa lihat contoh di
Tunisia, Mesir dan Libya di mana kemarahan masyarakat dapat menggulingkan
pemerintah, mereka melakukan hal - hal tersebut utamanya karena masalah
ekonomi. Pada tahun 1998 pun kerusuhan yang ada di dipicu oleh masalah ekonomi,
yakni krisis moneter yang jika dikaji penyebabnya ialah karena masalah korupsi.
Bukan hal tersebut akan terulang jika korupsi masih merajalela dan pemerintah
tidak menanggapi masalah ini dengan serius.
Dari segi investor sendiri, dengan adanya korupsi di dalam tubuh
pemerintah membuat produsen harus mengeluarkan cost tambahan
untuk menyelesaikan masalah birokrasi. Bertambahnya cost ini
tentunya akan merugikan mereka. Sementara bagi para investor asing, mereka akan
tidak tertarik untuk berinvestasi di Indonesia karena masalah birokrasi yang
menjadi ladang korupsi ini dan beralih untuk berinvestasi di negara lain. Hal
ini akan merugikan negara karena dengan adanya investasi asing negara kita akan
mendapatkan penghasilan yang besar melalui pajak, begitu juga dengan
masyarakat, mereka akan mendapatkan lapangan kerja dan penghasilan. Akan tetapi
gara - gara korupsi, semuanya menghilang begitu saja. Masalah tingginya tingkat
pengangguran dan rendahnya tingkat kesejahteraan pun menjadi tak teratasi. Dari
UKM sendiri yang merupakan tonggak perekonomian Indonesia, adanya korupsi
membuat mereka menjadi tidak berkembang. Pemerintah menjadi tidak peduli
terhadap mereka lagi karena dalam sektor UKM sendiri tidak banyak
“menguntungkan” bagi pemerintah. Padahal, lagi - lagi UKM sendiri merupakan
usaha yang sifatnya massal dan banyak menyedot lapangan kerja. Tidak
berkembangnya UKM ini juga akan menyebabkan tingginya tingkat pengangguran dan
rendahnya tingkat kesejahteraan. Apalagi dengan adanya China ASEAN Free
Trade Agreement tentunya akan semakin menyulitkan bagi sektor UKM
untuk berkembang.
Kalau dari pemerintah yang merupakan tempatnya
koruptor, mereka pasti akan memindahkan uang-uang hasil korupsi yang mereka
dapatkan ke rekening di bank - bank negara asing. Padahal uang tersebut
seharusnya merupakan uang negara yang akan diinvestasikan di negara ini dan
mereka malah membawa uang tersebut ke luar negeri. Hal ini akan membuat
pembangunan ekonomi menjadi tersendat tentunya. Dengan korupsi juga, pemerintah
tidak akan lagi pro kepada masyarakat. Mereka akan pro kepada para pengusaha
kotor yang memberi suap. Kebijakan - kebijakan yang mereka lakukan akan
menguntungkan para pengusaha licik ini. Bahkan mungkin saja mereka akan tega
menjual sektor-sektor vital negara, juga membuat kebijakan - kebijakan yang
tidak pro rakyat hanya untuk kepentingan pribadi.
Masalah korupsi ini sebenarnya bisa untuk
diberantas, asalkan pemerintah mau dan benar-benar berkomitmen untuk
memberantas masalah korupsi. Akan tetapi pemerintah terlihat setengah-setengah
untuk memberantas masalah korupsi. Bahkan, Presiden SBY pun hanya bisa mengecam
tindakan orang yang merampok uang negara sebesar Rp 103 T. Tidak ada yang bisa
pemerintah lakukan terhadap hal tersebut. Kita bisa melihat bahwa tidak ada
Undang - Undang yang memberatkan para koruptor. Penegakan hukum terhadap para
koruptor juga sengat lemah. Sampai saat ini tidak ada satu pun koruptor yang
menerima hukuman berat. Sebagian besar koruptor hanya mendapatkan hukuman
penjara yang tidak sebanding dengan apa yang telah mereka curi. Di dalam
penjara pun mereka
juga mendapatkan fasilitas yang berbeda dengan tahanan lain, fasilitas
yang lebih mewah. Pemerintah juga terlihat tidak serius mendukung KPK, bahkan
beberapa waktu yang lalu
ketua DPR kita memberi usul untuk membubarkan KPK.
Padahal KPK merupakan salah satu komisi yang efektif untuk memberantas korupsi.
Seperti kita tahu, usulan pembentukan KPK di daerah serta pembangungan penjara
khusus koruptor ditolak oleh pemerintah, seharusnya hal itu tak perlu terjadi.
Sudah seharusnya pemerintah berkomitmen penuh untuk memberantas korupsi. Sudah
seharusnya DPR mendukung penuh dengan membuat Undang - Undang dan kebijakan -
kebijakan yang memudahkan KPK. Selain itu, penegakan hukum terhdapat koruptor
juga harus diperbaiki. Pemerintah juga perlu untuk mengubah Undang - Undang
yang harus memberatkan para koruptor. Pemerintah juga harus transparan dalam
melakukan segala sesuatu. Pemerintah juga harus mendukung penuh KPK dalam
melaksanakan tugasnya. Kita juga tahu yang namanya prinsip-prinsip Good
Corporate Governance yang meliputi transparansi, akuntabilitas,
pertanggung jawaban, independen, dan adil. Sudah sewajarnya prinsip -prinsip
tersebut dilaksanakan pemerintah. Setiap orang dari pemerintahan sendiri maupun
dari luar pemerintahan juga harus berlaku jujur. Seperti yang dikatakan oleh
mantan wakil presiden kita, Jusuf Kalla “Korupsi bisa menjamur jika atasannya
sendiri yang mencontohkan”. Jadi hal paling utama yang harus dilakukan untuk
memberantas korupsi ialah mengubah perilaku kita sendiri, yakni membiasakan
untuk jujur dalam melaksanakan segala sesuatu. Karena jika semua berlaku
seperti itu maka negara kita akan bebas dari korupsi.
C. Faktor
Penyebab Terjadinya Tindakan Korupsi
v .
Faktor Individu :
· Kemiskinan
pelakunya.
· Kelihaian
pelakunya.
· Penggunaan
teknologi canggih yang mempermudah korupsi.
v .
Faktor Kelompok :
· Lemahnya
pengawasan dari atasan.
· Atasan
tidak mampu melaksanakan fungsinya.
· Atasan
kurang berani bertindak tegas pada bawahan korupsi.
· Ketiadaan/kelemahan
kepemimpinan dalam posisi-posisi kunci.
· Kohesivitas
kelompok yang tinggi.
· Persaingan
yang ketat.
v . Faktor
Pekerjaan dan Organisasi :
· Gaji/penghasilan
yang tidak sesuai dengan kebutuhan dasar.
· Sistem
alih tugas jabatan tidak diterapkan secara konsisten.
· Tidak
adanya hukuman/sanksi yang keras.
· Adanya
kesempatan.
v .
Faktor Luar Organisasi (Lingkungan) :
· Lemah/kurangnya
pendidikan, pengajaran agama dan etika.
· Feodalisme,
unsur tidak menggugah kesetiaan & kepatuhan.
· Langkanya
lingkungan yang subur bagi perilaku anti korupsi.
· Terjadinya
perubahan radikal dalam struktur masyarakat.
· Budaya patrimonial.
D. Dampak Korupsi di Indonesia
Salah satu faktor penyebab terbesar mengapa
Indonesia tidak dapat menjadi negara maju adalah karena korupsi. Budaya korupsi
di Indonesia sudah ada sejak zaman nenek moyang dengan gaya dan model yang
berbeda-beda. Pada lingkungan para pajabat negara, korupsi sudah menjadi hal
yang sangat lumrah dan sudah menjadi rahasia umum.
Dampak korupsi itu sangatlah besar dan sangat
merugikan banyak orang. Dampak dari korupsi langsung dirasakan oleh
pembangunan bangsa. Dampak korupsi di dunia politik akan mempersulit
berkembangnya demokrasi dan terselenggaranya tata pemerintahan yang baik dan
bersih. Dampak korupsi pada sektor hukum akan menghambat ketertiban dan
penegakan hukum. Akibat korupsi, pembangunan ekonomi negara jadi semakin sulit
dan berantakan. Korupsi juga membuat kesenjangan sosial ekonomi antara si kaya
dan si miskin semakin lebar. Selain itu masih banyak lagi dampak korupsi
bagi negara yang sangat merugikan.
Pada sebuah kesempatan, para pakar ekonomi dunia
berpendapat bahwa salah satu faktor keterbelakangan bangsa Asia tidak dapat
maju adalah karena budaya korupsi yang sudah mendarah daging di kalangan
pejabat dan petinggi negara. Hal ini mengakibatkan para investor yang telah
menanam sahamnya di negara korup tersebut beramai-ramai pergi dan mencabut
semua investasinya. Menurut survei, ada 13 negara yang terkorup yaitu
Azerbaijan, Bangladesh, Bolivia, Kamerun, Indonesia, Irak, Kenya, Nigeria,
Pakistan, Rusia, Tanzania, Uganda dan Ukraina.
Dampak negatif korupsi juga tidak berhenti sampai
disini. Anak keturunan bangsa Indonesia adalah calon korban berikutnya yang
harus siap menerima keadaan yang suram akibat ulah orang tuanya yang gemar
korupsi.
Jika uang rakyat tidak di korupsi, banyak sekolah
yang rusak di pelosok desa diperbaiki dan di gratiskan. Hal ini akan menekan
habis jumlah anak-anak yang putus sekolah karena masalah biaya. Negara mampu
membuat rumah sakit gratis dan pelayanan kesehatan lebih merata untuk rakyat
yang tidak mampu. Negara mampu membangun perumahan untuk rakyat agar rakyatnya
dapat hidup layak. Negara dapat memfasilitasi para penemu dan ilmuwan muda yang
pintar dan berbakat untuk dikembangkan kemampuannya.
Negara dapat memberikan modal usaha kecil dan
menengah dengan suku bunga 0% agar perekonomian negara cepat berkembang dan
menurunkan jumlah pengangguran. Negara dapat membangun sarana untuk
menanggulangi krisis energi di masa depan dengan mengembangkan pembangkit
tenaga air dan tenaga surya. Negara dapat melunasi hutang luar negeri. Negara
dapat membangun sarana internet gratis / murah bagi golongan pelajar dan
mahasiswa. Negara dapat memperbaiki sarana dan fasilitas umum yang ada di kota
maupun di desa. Negara dapat menjamin kehidupan yang lebih layak bagi petani
dan nelayan. Begitu banyak yang negara Indonesia dapat lakukan jika tidak ada
orang jahat yang korupsi. Setelah diuraikan, ternyata dampak korupsi bagi
bangsa Indonesiasangatlah besar dan merugikan.
E. Hukuman
bagi para koruptor
Terhadap
Orang yang melakukan Tindak Pidana Korupsi
Pidana Mati
Pidana Penjara
1. Pidana penjara
seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama
20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus
juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) bagi
setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri
sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan
Negara atau perkonomian Negara. (Pasal 2 ayat 1)
2. Pidana penjara
seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan/atau denda
paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak
satu Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) bagi setiap orang yang dengan
tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi,
menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena
jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian
Negara (Pasal 3)
3. 3.
Pidana penjara paling singkat 3
(tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling sedikit
Rp.150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp.
600.000.000,00 (enam ratus juta) bagi setiap orang yang dengan sengaja
mencegah, merintangi
atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan,
penuntutan, dan pemeriksaan di siding pengadilan terhadap tersangka atau
terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi. (Pasal 21)
4. Pidana penjara
paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau
denda paling sedikit Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan
paling banyak Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) bagi setiap orang
sebagaimana dimaksud dalam pasal 28, pasal 29, pasal 35, dan pasal 36.
BAB
III
RINGKASAN
A.
PERMASALAHAN ADANYA KORUPSI
Permasalahan
mengapa korupsi bisa terjadi karena adanya hal hal diantaranya adalah:
• Konsentrasi kekuasan di pengambil keputusan yang tidak bertanggung jawab langsung kepada rakyat, seperti yang sering terlihat di rezim-rezim yang bukan demokratik.
• Kurangnya transparansi di pengambilan keputusan pemerintah
• Kampanye-kampanye politik yang mahal, dengan pengeluaran lebih besar dari pendanaan politik yang normal.
• Proyek yang melibatkan uang rakyat dalam jumlah besar.
• Lingkungan tertutup yang mementingkan diri sendiri dan jaringan "teman lama".
• Lemahnya ketertiban hukum.
• Lemahnya profesi hukum.
• Kurangnya kebebasan berpendapat atau kebebasan media massa.
• Gaji pegawai pemerintah yang sangat kecil.
• Rakyat yang cuek, tidak tertarik, atau mudah dibohongi yang gagal memberikan perhatian yang cukup ke pemilihan umum.
• Ketidakadaannya kontrol yang cukup untuk mencegah penyuapan atau "sumbangan kampanye".
• Konsentrasi kekuasan di pengambil keputusan yang tidak bertanggung jawab langsung kepada rakyat, seperti yang sering terlihat di rezim-rezim yang bukan demokratik.
• Kurangnya transparansi di pengambilan keputusan pemerintah
• Kampanye-kampanye politik yang mahal, dengan pengeluaran lebih besar dari pendanaan politik yang normal.
• Proyek yang melibatkan uang rakyat dalam jumlah besar.
• Lingkungan tertutup yang mementingkan diri sendiri dan jaringan "teman lama".
• Lemahnya ketertiban hukum.
• Lemahnya profesi hukum.
• Kurangnya kebebasan berpendapat atau kebebasan media massa.
• Gaji pegawai pemerintah yang sangat kecil.
• Rakyat yang cuek, tidak tertarik, atau mudah dibohongi yang gagal memberikan perhatian yang cukup ke pemilihan umum.
• Ketidakadaannya kontrol yang cukup untuk mencegah penyuapan atau "sumbangan kampanye".
Itu
semua adalah masalah yang umum dan yang menjadi masalah utamanya adalah
Pertama, korupsi dapat merajarela karena ketidakmampuan mewujudkan pengamalan pancaila yaitu bagaimaa nilai-nilai pancasila yang abstrak,umum,dan universal tersebut di jabarkadalam bentuk norma-norma yag jelah dalam kaitannya dengan tingkahlaku sesame warga Negara dan masyarakat.
Pertama, korupsi dapat merajarela karena ketidakmampuan mewujudkan pengamalan pancaila yaitu bagaimaa nilai-nilai pancasila yang abstrak,umum,dan universal tersebut di jabarkadalam bentuk norma-norma yag jelah dalam kaitannya dengan tingkahlaku sesame warga Negara dan masyarakat.
Orang-orang
yang korupsi mungkin tahu tuhan akan tetapi mereka tidak meyakini dalam
hatinya dan tindakan mereka tidak berorientasi pada akhirat sebab
tindakan korupsi tidak mencerminkan orang pancasila yang salah satu cirinya
adalah bertuhan atau mengakui adanya tuhan. Ini sudah melenceng dari sila
pertama pancasila. Jika Para koruptor percaya akan adanya tuhan mereka pasti
tidak akan melakukan korupsi karena mereka juga meyakini akan adanya akherat,
Para koruptor sebenarnya tau jika korupsi adalah perbutan yang melanggar
hukum,merugikan orang lain dan jelas itu perbuatan yang berdosa karena tidak
amanah tetapi mengapa mereka tetap melakukan korupsi ? . Itu karena di dalam
hati mereka tidak percaya akan adanya tuhan, mereka tidak percaya akan adanya
akhirat, mereka tidak meyakini bahwa aka ada kehidupan yang abadi setelah dunia
ini berakhir. Orang yang tidak percaya akhirat maka orang tersebut akan satai
saja untuk melakukan kejahatan seperti korupsi karena dia tidak yakin akan adanya
alam setelah kematian. Merega menganggap maka selesailah kehidupan tapi
sebenarnya masih ada kehidupanyang justru lebih abadi dan semua orang akan
mempertanggungjawabkan segala perbuatanya termasuk para koruptor itu tadi.. dan
para koruptor pasti akan mendapatka siksa yang pedih di neraka jahanam dan itu
pasti terjadi.
Perbuatan korupsi adalah perbuatan yang tidak mengkspresikan pada akhirat dan keluar dari ajaran ketuhanan karena perbuatan tersebut ingkar terhadap keyakinan akan tuhan.
Perbuatan korupsi adalah perbuatan yang tidak mengkspresikan pada akhirat dan keluar dari ajaran ketuhanan karena perbuatan tersebut ingkar terhadap keyakinan akan tuhan.
Kedua ketidak
patuhannya kepada aturan. Tuhan adalah kausa pertama yng mutlak hanya ada satu
merupakan asal mula segala sesuatu ,tidak berubah, dan tidak terbatas serta sang
pengatur. Kita semua ada yang menciptakan bukan ada karena
sendirinya. Tuhanlah yang menciptakan kita dan tuhan pula lah yang memberikan
aturan kepada kita semua. Jika menyadari akn ada yang menciptakan maka akan
muncul ketaatan kepada aturan yang ada..
Dan
jika kita melanggar aturan tuhan seperti para koruptor maka terserah tuhan kita
akan di apakan karena dia yang mereka semua diberikan siksa yang amat
padih.. ingatlah sesungguhnya tuhan menciptakan aturan atau larangan untuk kita
tidak lain untuk kenikmatan manusia karena jika tidak ada aturan maka kehidupan
akan kacau dan tidak ada kenyamanan dalam hidup.
Jadi,
masalah pokok yang sebenarnya mengapa korupsi marak di Negara ini adalah
ketidakyaiknannya akan adanya tuhan yang maha esa…
Kunci
kebahagiaan itu bukan hanya melimpahnya harta yang kita miliki, bukan pula
tingginya kekuasaan yang bias kita duduki, namun seberapa jauh harta dan
kekuasaan yang kita miliki itu memberi makna dan manfaat untuk orang-orang di
sekitar kita.
B. SOLUSI PEMBERANTASAN KORUPSI
Ø Merubah perilaku dan sifat-sifat
yang buruk dari diri kita sendiri agar kita jauh dari sifat jidak jujur, tidak
amanah sehingga kita akna jauh dari sifat korupsi.
Ø Menanamkan sikap untuk
menghindari korupsi sejak dini dan pencegahan korupsi dapat dimulai dari hal
yang kecil.
Ø Selalu berpedoman pada
motivasi yang sesungguhnya yatu akhirat dan tuhan yang maha esa sehingga
semangat akan terus terpacu untuk berbuat kebaikan karena motifasi yang
bersumber pada pada Tuhan YME tidak akan pernah kering karena kita telah
berpedoman pada sumber dari segala sumber motivasi.
Ø Yang paling utama adalah
senantiasa membentengi hati kita dengan iman dan takwa yang kuat sehingga
perbuatan kita selalu berorientasi pada akhirat yang berujung pada perbuata
yang terpuji jauh dan dari korupsi.
Ø Membekali diri dengan sifat jujur
dan semangat.
Pahamilah,
jika kita melakukan hal yang baik maka kita juga aka mendapatkan sesuatu yang
baik-baik pula, begitupun sebaliknya.
2.5
HARAPAN
Ø Harapan saya mempelajari ini supaya tidak ada
lagi korupsi di Negara tercinta ini dan bersih seutuhnya, agar kehidupan kita
sejahtera.
Ø Para koruptor dapat sadar bahwa
perbuatan yang mereka lakukan melanggar hukum dan merugikan orang lain serta
dapat menghentikan korupsinya .
BAB IV
KESIMPULAN
KESIMPULAN
Merangkai kata untuk perubahan memang mudah. Namun, melaksanakan
rangkaian kata dalam bentuk gerakan terkadang teramat sulit. Dibutuhkan
kecerdasan dan keberanian untuk mendobrak dan merobohkan pilar-pilar korupsi
yang menjadi penghambat utama lambatnya pembangunan ekonomi nan paripurna di
Indonesia. Korupsi yang telah terlalu lama menjadi wabah yang tidak pernah
kunjung selesai, karena pembunuhan terhadap wabah tersebut tidak pernah tepat
sasaran ibarat “ yang sakit kepala, kok yang diobati tangan “.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar